3 Nov 2007

Kasta Antarras Manusia

Weekend ini planologi ITB lagi ngadain seminar International Regional Science Association (IRSA). Intinya mah ini seminar gede-gedean berskala internasional yang dihadiri sama banyak praktisi dunia perencanaan, dalam dan luar negeri. Tamu asingnya ada dari Polandia, Korea, Australia sama banyak lagi. Kebetulan saya jadi panitia jadinya bisa ngamatin hal-hal aneh yang terjadi.

Salah satu yang saya liat, setiap ada tamu yang dateng panitia tiba-tiba jadi riweuh alias heboh sendiri. Pas si bule dateng buat daftar di meja registrasi, orang-orang jadi pada ngerubungin. Pada nanya-nanya, nawarin bantuan, blablabla. Anehh. Kalo yang dateng orang lokal ga pada heboh gitu tuh. Hmm kenapa coba?

Pertanyaan ini coba saya tanyain ke temen-temen himpunan. Ada yg jawab,”Mungkin karena kita jarang liat orang bule kali ya tinggi, besar, putih. Jadinya pas liat jadi pada penasaran”. Hmm, make sense. Yang lain bilang,”Mungkin Liaison Officernya ga pede kalo sendirian jadi ngajakin temen-temennya.” Bisa juga. Satunya lagi ngasi komentar,”Kita khawatir kali ya itu bule ga ngerti jadinya dipandu banyak orang” Aha rasa khawatir yang sungguh mengharukan..

Saya punya hipotesis sendiri. Menurut saya, mentally, sistem kasta berlaku pada hubungan antar ras manusia di dunia. Ada ras tertentu yang tingkatnya di atas ras lainnya. Dan untuk ras yang lebih tinggi, mereka memperoleh perlakuan yang “lebih” dari ras-ras di bawahnya. Dalam kasus kita, ras yang berada di atas adalah ras bule tadi, sedangkan kita orang Indonesia adalah ras yang berada di bawahnya. Sebagai sudra kita sudah selayaknya memberi perlakuan istimewa kepada kaum brahmana. Hehe, ngawur ya? Tapi paling nggak hipotesis saya terbukti pada kasus registrasi IRSA saya ceritain.

Walau sulit untuk mengakuinya, tapi secara ga sadar dalam banyak hal kita memang selalu mengacu pada dunia barat. Sebagai negara sedang berkembang, kita bermimpi suatu saat kita bisa menikmati hidup selayaknya negara maju. Barat adalah surga dan Timur adalah petaka. Keinginan yang ga kesampaian ini menciptakan hubungan slave-master antara negara maju dan negara berkembang yang dimanifestasikan dengan sikap “ngawula” orang kita manakala berhubungan dengan orang bule. Wah wah qo saya ngomongnya jadi kemana-mana gini, hehe.

Moral of the story yang ingin saya sampaiin adalah kita sebagai orang Timur yang bermartabat tidak seharusnya merasa inferior apabila berhadapan dengan orang bule. Sejelek-jeleknya kita, ini negara sendiri bung! Dan kita harus bangga dong. Kalau memang pingin maju,we must stand in our own feet. Aduh, aduh, saya berasa jadi mau berangkat perang, hahaha. Yasudlah sekian dulu, pamit, pareng…



2 comments:

ikram said...

Mungkin udah pada sumpek lihat orang lokal, makanya pas ada orang asing jadi pada heboh :)

Anonymous said...

atau mungkin yg dateng bintang hollywood kali ya, jadi pada heboh..